Semarang – Dr. Sherly Haristya yang berprofesi sebagai Affiliate Researcher TIFA Foundation dan Freedom House adalah lulusan dari Nanyang Technological University (NTU), Singapura.Ia adalah salah satu pembicara dalam acara kuliah umum yang diadakan oleh Departemen Ilmu Komunikasi Raby (18/11) lalu.
Sherly memiliki analogi bahwa semua orang bisa berbicara namun poin apa yang ingin disampaikan oleh setiap orang pasti berbeda. Apakah ingin menyuarakan sesuatu yang tidak penting atau sesuatu yang penting dan berbobot, misalnya yang berkaitan dengan masalah-masalah sosial.
“Saya punya analogi, kita semua kan bisa ngomong, tapi kita suka bingung mau ngomong apa. Jadi ada bobot yang berbeda ketika kita bisa menulis atau berbicara didepan publik, tapi apa bobot kedalaman yang kita sampaikan,” ujar Sherly.
Mengapa riset itu penting?
Saat berkuliah di NTU Singapura, Sherly membawa kegelisahan akan pemahaman banyak orang di Indonesia yang menganggap teori atau riset adalah sesuatu yang berjarak, seolah hanya menjadi sesuatu yang mengawang dan tidak nyata. Kemudian Sherly menceritakan bagaimana profesor yang juga dosen pembimbingnya menjawab kegelisahannya yang tumbuh sejak lama.
“Pembimbing saya, Profesor Ang Peng Hwa, bilang bahwa penelitian dan teori yang baik itu adalah penelitian dan teori yang bisa menjawab kebutuhan hidup sehari-hari, ketika kita bisa menulis satu artikel jurnal ilmiah sebenarnya itu adalah kesempatan kita untuk berdialog dengan peneliti lain” cerita Sherly.
Lebih lanjut, Sherly menuturkan bahwa baginya penelitian ibarat sebuah puzzle yang menumbuhkan kebiasaan berpikir dan rasa penasaran untuk menyelesaikan penelitian tersebut secara sistematis agar menjadi penelitian yang baik dengan sinkronisasi potongan-potongannya.
Sherly juga mengatakan bahwa riset telah menumbuhkan budaya berpikir kritis dan logis yang memang seharusnya sudah ditanamkan dalam diri tiap individu dalam kehidupan sehari-hari.
“Pelajaran tentang riset itu sudah mendarah daging dengan saya dalam bentuk critical thinking dan logical thinking,” katanya.
Sherly menambahkan riset sangat diperlukan untuk membawa suara-suara dari masyarakat dengan data yang dapat dipertanggungjawabkan.Suara yang tidak menyertakan bukti juga tidak akan didengar. Disinilah peran riset sangat diperlukan untuk membawa suara yang kredibel.
Pentingnya Riset dalam Kebijakan
Di akhir pemaparannya, Sherly juga menceritakan pengalamannya berdiskusi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Kementerian Komunikasi sebelumnya mengklaim bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi (PDP) yang dimiliki Indonesia mirip dengan General data Protection Regulation (GDPR). GDPR sendiri merupakan hukum Uni Eropa yang mengatur perlindungan data pribadi di dalam maupun di luar Uni Eropa.
Sherly melakukan penelitian dan riset tentang RUU PDP ini bersama rekan-rekan di TIFA Foundation. TIFA Foundation merupakan organisasi yang mempromosikan terwujudnya masyarakat terbuka. Dari penelitian tersebut, mereka menemukan sejumlah gap yang dinilai kurang tepat dengan klaimnya. Sherly dan TIFA pada akhirnya berhasil menyuarakan hasil risetnya disertai data dan bukti meskipun sempat bersitegang dengan pihak Kementerian Komunikasi
“Tanpa adanya riset yang kami lakukan ini, gak akan mungkin Kementerian Komunikasi bisa melihat bukti yang jelas dan mau mendengar omongan kami,” pungkasnya.
Materi lengkap oleh Dr. Sherly Haristya di atas dapat disaksikan melalui siaran ulang di laman Youtube Fisip Undip Official.
Penulis : Sekar Ajeng Rengganisa
0 Komentar