Banner acara diskusi alumni “Layar Tancap Komunikasi Undip” hari Kamis, 8 Juli 2021, pukul 19.30.
(Gambar: Perhimpunan Alumni Komunikasi Undip)
Semarang—Perhimpunan Alumni Komunikasi Undip (Perkusi) menyelenggarakan diskusi alumni bertajuk “Layar Tancap Komunikasi Undip” secara online melalui platform Zoom Meeting pada Kamis (8/7/2021) lalu. Topik diskusi yang diangkat pada forum ini adalah “Praktik dan Tantangan Government Public Relations di Era Disruptif”. Acara ini dibuka oleh Cicilia Sinabariba (alumnus angkatan 2014) sebagai MC dan dimoderatori oleh Heri Sagiman (alumnus angkatan 1994).
Terdapat tiga pembicara utama pada seri Layar Tancap Komunikasi Undip Episode 1 ini, antara lain Leidena Sekar Negari atau Dena (Alumnus tahun 2006 dan Pranata Humas Setjen DPR RI), Radityo Prabowo atau Radit (Alumnus tahun 2000 dan Staf Ahli Mendikbudristek), serta Yosepha Indira Mafini atau Vivien (Alumnus tahun 1989 dan Managing Director Marygops Studios). Ketiganya diberi kesempatan untuk memaparkan opini selama 15 menit terkait tema dan subtema yang diangkat.
Government Public Relations: Komunikasi di Parlemen
Topik ini dipaparkan oleh Dena dan diawali dengan menjelaskan bahwa Government Public Relations (GPR) yang bekerja dengan peraturan pemerintah dan program pemerintah pusat biasanya memiliki target yang luas atau mencakup seluruh masyarakat. Namun, yang menjadi permasalahan saat ini adalah kinerja pemerintah sering kali kelewat abstrak sehingga tidak terlihat oleh masyarakat. Meskipun kebanyakan program tersebut terlihat abstrak, pengawasan dan evaluasi tetap harus dilakukan.
“Banyak perubahan yang ada di dalam struktur humas sehingga pola komunikasi di DPR RI pun turut berubah dari yang awalnya Biro Humas dan Pemberitaan menjadi Biro Pemberitaan Parlemen, kemudian berubah lagi menjadi Biro Protokol dan Humas,” ujar Dena.
Dena mengatakan bahwa saat ini komunikasi dalam DPR RI kembali menerapkan konsep Biro Pemberitaan Parlemen yang menekankan pada press release, peliputan internal, dan pengelolaan media sosial resmi serta Biro Protokol dan Humas yang berfokus pada optimalisasi branding di media.
“Dengan keadaan saat ini semua program dalam kehumasan DPR RI dilaksanakan secara virtual. Oleh karena itu, GPR dalam parlemen mengalami perubahan dan dinamika untuk dapat beradaptasi di era disruptif,” tambahnya lagi.
Strategi Komunikasi dalam Kemendikbudristek
Pembicara kedua yaitu Radit memaparkan opininya terkait strategi komunikasi dalam Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), tempat ia bekerja. Menurutnya, komunikasi diposisikan sebagai strategi seperti penulisan press release yang dapat menempatkan government communication sebagai penyebarluasan rancangan program yang sudah disusun dengan matang.
Radit juga mengatakan bahwa di Kemendikbudristek, ia dan rekan-rekannya menerapkan manajemen komunikasi isu dan krisis yang terdiri atas tiga tahapan yaitu pra, respons, dan pasca pelaksanaan program demi mencapai komunikasi yang baik dalam lingkup internal dan eksternal Kemendikbudristek.
“GPR dalam Kemendikbudristek selalu mengupayakan terobosan event PR yang tetap memenuhi standar broadcasting yang baik,” tutur Radit.
Government Campaign vs Brand Campaign
Vivien sebagai pembicara ketiga memaparkan topik terkait kampanye. Menurutnya, seiring perkembangan zaman di mana saat ini semua bidang dapat memanfaatkan teknologi virtual, kampanye pemerintah juga senantiasa bertransformasi mulai dari channel dan format dalam komunikasi pemerintah yang beralih ke bentuk virtual. Vivien mengatakan bahwa penting untuk membuat target behavior sebelum memunculkan sebuah kampanye agar kampanye tersebut memiliki brand image.
Kemudian, Vivien juga menjelaskan perbedaan antara era pra-disruptif dengan era disruptif. Menurutnya, target kampanye pada era pra-disruptif akan memercayai big scale campaign dengan konten narasi dan informatif yang cerdas, sedangkan pada era disruptif ini suatu target cenderung lebih memercayai informasi yang berasal dari peer group, pemimpin dalam suatu kelompok, influencer, atau orang terdekat mereka.
“Dalam sebuah campaign kita harus menguasai brand communication dan integrated campaign yang mengedepankan community marketing, tidak lupa juga ada berbagai aspek pelengkap terbentuknya sebuah brand yaitu community, channel, recruitment, target, activity, promosi, dan sebuah timeline,” tutup Vivien.
Penulis: Dinda Khansa Berlian
Reporter: Sanita Sitinjak/Salsabila Febryanti
Editor: Annisa Qonita Andini




0 Komentar